IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
1.
FUNGSI IKLAN
SEBAGAI PEMBERI INFORMASI DAN PEMBENTUK OPINI
Fungsi Periklanan
Iklan dilukiskan sebagai komuniskasi antara produsen
dan pasar, antara penjual dan calon pembeli. Dalam proses komunikasi iklan
menyampaikan sebuah “pesan”. Dengan demikian kita mendapat kesan bahwa
periklanan terutama bermaksud memberi informasi. Tujuan terpenting adalah
memperiklankan produk/jasa.
Fungsi iklan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu berfungsi memberi
informasi dan membentuk opini (pendapat umum).
A.
Iklan berfungsi sebagai pemberi informasi
Pada fungsi ini, iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang
sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan di
pasar. Pada fungsi ini, iklan memberikan dan menggambarkan seluruh kenyataan
serinci mungkin tentang suatu produk. Tujuannya agar calon konsumen dapat
mengetahui dengan baik produk itu, sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli
produk tersebut.
B.
Iklan berfungsi sebagai pembentuk
opini (pendapat umum)
Pada fungsi ini, iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang
berupaya mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, iklan berfungsi menarik
dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli produk yang diiklankan. Caranya
dengan menampilkan model iklan yang persuasif, manipulatif, tendensus dengan
maksud menggiring konsumen untuk membeli produk. Secara etis, iklan manipulatif
jelas dilarang, karena memanipulasi manusia dan merugikan pihak lain.
2. BEBERAPA PERSOALAN ETIS PERIKLANAN
Ada beberapa
persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan manipulative dan
iklan pesuasif non-rasional yaitu :
Pertama, iklan merong-rong
otonomi dan kebebasan manusia. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai
kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memperoleh produk tertentu.
Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan
iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk kepada kemauan iklan, khususnya
iklan manipultive dan persuasive non rasional. Ini justru sangat bertentangan
dengan inferati moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya
sebagai alat demi kepentingan lain diluar dirinya. Manusia harus dihargai
sebagai makhluk yang mampu menentukan pilihannya sendiri, termasuk dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulative,
manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya
dan tidak sekedar diberi informasi untuk membantunya memilih produk tertentu. Yang menarik
disini adalah bahwa manusia modern mengklaim dirinya sebagai manusia bebas dan
menuntut untuk dihargai kebebasannya. Adanya berbagai pilihan yang terbuka
dalam konsumsinya juga menandai kehidupan manusia modern sebagai manusia bebas.
Tetapi pihak lain, manusia adalah budak iklan, ia tidak bisa hidup tanpa iklan
bahkan dikte oleh iklan. Sejak kecil ia terpukau oleh iklan yang mmpengaruhinya
untuk membeli apa yang diiklankan, entah dengan memaksa orang tuanya, memaksa
suami atau istri, bahkan dengan tindakan jahat sekalipun : mencuri, membunuh
ibu kandung untuk membeli honda, dan seterusnya.
Kedua, dalam kaitan
dengan itu iklan manipulative dan persuative non rasional menciptakan kebutuhan
manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal itu
baik karena akan menciptakan permintaan dan ikut menaikkan daya beli
masyarakat.bahkan dapat memacu produktivitas kerja manusia hanya demi memenuhi
kebutuhn hidupnya yang terus bertambah dan meluas.namun dipihak lain muncul
masyarakat konsumtif, dimana banyak dari apa yang dianggp manusia sebagai
kebutuhannya yang sebenarnya bukan kebutuhan yang hakiki
Ketiga, yang juga
menjai persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulative dan
persuative non rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau ciri dari
manusia modern. Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum
memiliki barang sebagimana di tawarkan iklan, ia belum merasa diri penuh kalau
belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal dan
seterusnya. Identitas manusia modern hanyalah identitas misal : serba sama,
serba tiruan, serba polesan dan serba instan. Manusia mengkonsumsi produk yang
sama, maka jadilah identitas manusia modern jadinya hanyalah rancangan pihak
tertentu di fabricated. Yang di pujapun lebih banyak kali adalah kesan luar,
polesan, kepura-puraan
Keempat, bagi masyarakat
modern tingkat perbedaan ekonomi dan social yang tinggi akan merong-rong rasa
keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat
ironis dengan kenyataan sosial, dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang
sekedar hiup. Iklan yang mewah trampil seakan-akan tanpa punya rasa solidaritas
dengan sesama yang miskin
3.
MAKNA ETIS MENIPU
DALAM IKLAN
Entah sebagai
pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum iklan pada akhirnya
membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan dimata masyarakat.
Citra ini terbentuk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu
sendiri melainkan terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang
diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat
ataupun tersira. Karena itu iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk
mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahan atau produk
Prinsip etika
bisnis yang paling relevan disini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan
yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan
banyak orang melainkan pada akhinya menyangkut kepentingan perusahaan atau
bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik. Namun persoalannya adalah
apa makna etis menipu disini. Sejauh man sebuah iklan dikategorikn menipu dan
dikutuk secara moral?
Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, kita perlu lebih dahulu merumuskan arti menipu secara moral.
Pertama-tama kita harsu melihat perbedaan antara menipu dan berbohonh. Dalam
pemakaian sehari-hari keduanya sring disamakan atau bahkan dicampur adukkan
pengertiannya. Namun, sesungguhnya ada perbedaan besar antara keduanya dengna
implikasi moral yang mendalam, Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata tipu
mengandung pengertian perbuatan atau perkataan yang tidak jujug (bohonh, palsu
dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung.
Dengan kata lain menipu adalah mengenakan tipu muslihat, mengecoh, mengakali
memperdaya, atau perbuatan curang yang dijalankan dengan niat yang telah
direncanakan. Dalam tindakan menipu ada niat sadar dari pelaku untuk memperdaya
dan mengecoh orang lain. Dari sudur pandang moral, menipu lalu dilihat sebagai
tindakan yang tidak jujur dengan maksud untuk memperdaya orang lain. Karena itu
menipu bertentangan dengan prinsip kejujuran yang karena itu secara moral
dinilai sebagai tidak baik dan terkutuk
Sebaliknya,
berbohong diartikan sebagai perkataan atau pernyataan yang tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Bohong adalah mengatakan hal yang tidak benar, yaitu
apa yang dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan. Bohong hanya terbatas pada
tidak sesuai apa yang dikatakan dengan kenyataan, bukan menyangkut tindakan
atau perbuatan. Yang lebih penting lagi, bohong sejauh tetap terbatas sebagai
berbohong dalam arti sebenarnya tersebut, tidak melibatkan niat atau maksud
apapun untuk memperdaya dan mengecoh orang tersebut. Tidak ada maksud apapun
untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yng salah dengan mengikuti
kebohongan itu, kendati bisa saja orang lain pada akhirnya salah bertindak (dan
karena itu mengecoh) karena mempercayai perkataan yang tidak benar itu. Namun
yang paling pokok disini adalah bohong tidak melibatkan maksud atau niat subjek
untuk mengecoh orang lain, sedangkan menipu adalah sebaliknya melibatkan maksud
atau niat subjek. Karena itu, secara moral bohong bersifat netral. Bohong tidak
punya kualitas moral apapun. Karena bohong adalah hanya soal salah atau tidak
benarnya suatu ucapan. Ia hanya menyangkut benar tidaknya suatu pernyataan dari
segi fisik.
Dari pengertian
menipu dan berbohong diatasm dapat disimpulkan bahwa bohong dapat menjadi
menipu, tetapi tidak semua berbohong itu menipu. Bohong dapat menjadi menipu
kalau ucapan atau pernyatan yang tidak benar itu disertau dengan niat untuk
memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua pernyataan dengan niat untuk
memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua pernyataan atau ucapan yang tidak
benar berarti menipu.misalnya seorang ibu menyatakan kepada anakanya yang masih
balit bahwa bayi bisa ada dalam perut seorang ibu karena ibu itu makan terlalu
banyak, untuk sekedar menjelaskan bagaimana seorang ibu sampai mengandung
kepada anaknya yang masih kecil, bukanlah menipu, melainkan bohon. Ini tidak
punya kualitas moral apapun. Demikian pula iklan yang menyatakan bahwa kendati
ada banyak bebek di Indonesia, tetapi hanya satu Honda Bebek yang terbaik,
belum tentu dianggap menipu kalau dalam kenyataannya tidak benar, hanya satu
Honda Bebek terbaik. Pernyataan itu baru dianggap menipu, dan dengn demikian
secara moral dikutuk, kalau dimaksudkan untuk menipu konsumen.
Sehubungan
dengan itu perlu dibedakan antara menipu “positif” dan menipu “negatif”. Menipu
positif berarti secara sengaja mengatakan hal yang tidak ada dalam kenyataan
dengan maksud untuk memperdaya orang lan. Menipu negatif adaah secara sadar
tidak mengatakan (atau menyembunyikan) kenyataan yang sebenarnya (biasanya
kenyataan yang tidak baik atau berbahaya) sehingga orang lain terpedaya. Dengan
demikian, iklan yang membuat pernyataan yang salah atau tidak benar, tidak
sesuai dengan kenyataan dan memang dketahui tidak benar oleh pembuat iklan dan
produsen barang tersebut dengan maksud untuk memperdaya atau mengecoh konsumen
adalah sebuah tipuan dan karena itu harus dinilai sebgai iklan yang tidak etis.
Singkatnya, semua iklan yang di buat dengan melebih-lebihkan kenyataan
sebenarnya dari produk tertentu dengan maksud untuk memperdaya, menghasut, dan
membujuk konsumen untuk membeli produk itu dianggap sebagai iklan yang tidak
etis. Demikian pula iklan yang secara sengaja menyembunyikan kenyataan negatif
tertentu. Jelas telah melakukan penipuan. Sebaliknya iklan yang memberi
informasi yang salah, tanpa sadar atau tanpa mengetahuinya. Suatu kondisi yang
perlu di buktian buknlah iklan yang menipu melainkan hanyalah iklan yang
bohong. Karena itu secara moral tidak dikutuk. Namun apabila telah diketahui
bahwa apa yang dikatakan dalam iklan itu tidak sesuai dengan kenyataan antara
lain melalui pengaduan konsumen iklan semacam itu harus dicabut. Kalau
dibiarkan terus oleh biro iklan atau produsennya, itu berarti pihak biro iklan
dan produsen secara implicit memang bermaksud memperaya konsumen dan karena itu
selanjutnya dianggap iklan yang menipu, tidak etis, dan harus dikutuk secara
moral
Yang jauh lebih
sulit adalah bahwa dalam kenyataaan praktis tidak gampang menilai sejauh mana
sebuah iklan masih terbatas sebagai iklan yang bohong atau sudah mengarah pada
menipu sebabnya pihak biro iklan dan produsen bisa saja bekelit bahwa mereka
tidak punya maksud memperdaya konsumen. Jadi iklan mereka hanya sekedar bohong
bukan menipu. Juga ada iklan yang tidak memberi pernyatan yang salah, jadi apa
yang dikatakan dalam iklan memang benar tetapi ternyata punya akibt
menyesarkan dan memperdaya konsumen. Dalam hal ini kant membantu kita
dengan sebuah definisi menipu dari segi moral yang jauh lebih komprehensif.
Menurut Kant, menipu adalah memberi pernyataan yang salah secara sengaja
dengan maksud untuk memperdaya orang lan dan/atau kalau orang memberi
pernyataan telah berjanji untuk menyatakan apa yang sebenarnya atau kalau
pernyatan iti disampaikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenarannya.
Jadi ada paling kurang tiga kondisi yang bisa di kategorikn sebagi menipu (1)
pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud untuk memperdaya orang lain
(2) pernyatan yang salah itu berkaitan dengan janji kepada pihak yang dituju
untuk menyatkan apa adanya (3) pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang
berhak mengetahui kebenarannya. Contoh mengenai kategori pertama sudah jelas
Contoh kategori
kedua dan ketiga adalah pejabat pemerintah yang berjanji kepada wartawan dan
masyarakat untuk mengungkapkan secara tuntas dan benar suatu kasus yang
menghebohkan, ternyata pernyataan yang diberikan, tidak sesuai dengan
kenyataan. Jadi kendati pejabat itu tidak punya maksud untuk memperdaya
wartawan dan masyarakat Indonesia, tetapi karena dia sudah berjanji untuk
mengungkapkan kasus itu apa adanya. Maka ketika kenyataan tidak sesuai dengan
apa yang menurut wartawan dan masyarakat terjadi sebagaimana adanya. Ia telah
menipu.
4.
KEBEBASAN KONSUMEN
Teknologi komunikasi selalu berkembang mengikuti apa yang diinginkan oleh
manusia. Informasi dan pesan yang disampaikan semakin beragam. Cara- cara
penyampaiannya semakin beragam pula. Untuk membuat semua hal tersebut tetap
berada di koridor yang tepat, butuh suatu peraturan yang menjadi landasannya.
Masyarakat sebagai konsumen dari produk- produk komunikasi harus mendapat
perlindungan dan pelayanan yang baik. Pemerintah yang bertanggung jawab
menjamin adanya hal tersebut harus mampu mengeluarkan regulasi yang
pro-masyarakat. Pemerintah harus mampu mengatur jalannya pemanfaatan teknologi
komunikasi yang tidak merugikan masyarakat.
Perlu ada tatanan kebijakan dan hukum yang tepat bagi penyelenggaraan
kegiatan komunikasi. Mengenai definisinya, antara kebijakan dan hukum punya
arti yang berbeda. Kebijakan adalah keputusan yang dibuat pemerintah dan
masyarakat untuk menentukan struktur media dan mengaturnya sehingga mereka
punya kontribusi yang bagus bagi masyarakat. Sementara hukum adalah peraturan
yang dibuat para legislatif dan diperkuat dengan dibentuknya suatu lembaga
negara.
Selain itu yang perlu ditekankan dalam media adalah menghindari penyampaian
informasi yang mengandung fitnah serta ketidaksenonohan. Fitnah adalah suatu
penulisan atau pemberitaan atau penginformasian yang isinya tidak sesuai dengan
kenyataan dan menghancurkan reputasi atau nama baik pihak tertentu. Sedangkan
ketidaksenonohan misalnya adalah munculnya kata- kata kotor dalam media.
Peraturan tentang privasi juga perlu diperhatikan oleh media. Media tidak
boleh mengekspose terlalu dalam kehidupan seseorang atau narasumber. Apalagi
sudah di luar konteks informasi utama yang dicari untuk bahan berita.
Mengenai persaingan pasar, banya pula berbagai peraturan yang muncul. Hal
ini sangat krusial karena media berperan menyampaikan informasi kepada
masyarakat luas. Informasi yang disampaikan harus kredibel, netral dan bukan
merupakan kepentingan dari pihak- pihak tertentu. Contohnya adalah peraturan
mengenai pembatasan kepemilikan stasiun TV. Di Amerika Serikat, suatu grup
media tidak boleh memiliki stasiun televisi atau beberapa stasiun televisi yang
apabila dijumlahkan punya pangsa pasar lebih dari 39%.
Berbagai peraturan ketat seperti yang diuraikan diatas merupakan implikasi
dari kebebasan yang sudah di dapatkan oleh media. Media harus mempunyai rasa
tanggung jawab dalam mengemban kebebasan itu dengan tetap melakukan
penyebarluasan informasi yang kredibel. Selain aturan, hal lain yang krusial
dan harus diperhatikan dalam aktivitas media adalah etika.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar